BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang telah mulai berkenalan
dengan kapitalisme global seiring dengan perekonomian era Orde baru yang
menjadikan paradigma pertumbuhan ekonomi (economic
growth) menjadi panglima. Krisis devaluasi rupiah yang lantas menjelma
menjadi krisis moneter sepanjang 1997-1998 telah membutakan mata bahwa pondasi
perekomomian Indonesia yang dibangun atas dasar hutang luar negeri tidaklah
kokoh. Namun, di era reformasi ini, kesaadran demikian tidak
malah membangkitkan semangat di kalangan pemerintahan untuk mencari alternatif sistem perekonomian yang
manusiawi dan berkeadilan sosial, justru sebaliknya, saat ini Indonesia
mengalami berbagai dentumen arus neoliberalisme yang terwujud dalam trio
deregulasi, privatilasi, dan liberalisasi perdagangan.
Di sisi lain, muncul perkembangan menarik dengan diwacanakannya sistem Ekonomi Pancasila
yang merupakan sistem ekonmi yang belandasan dan dijiwai spirit nilai-nilai
Pancasila. Pandangan sistem ini yang bisa dilacak dari ide-ide Bung Hatta,
salah seorang proklamator RI. Senada dengan pesan pasal 33 UUD 1945 dan
berbasiskan nilai-nilai sosio-religio-budaya masyarakat Indonesia.
Dalam tubuh sistem ekonomi Pancasila, terdapat
kerangka utama yang membangun landasan idealismenya, yakni sosialisme dan
kapitalisme. Dalam kerangka sosialisme, di sini dimaknai sebagai sosialisme
Pancasila. Substansinya antara lain akan hal religius (sosialisme religius),
yang pertama kali dikemukakan oleh Hatta (perumus pasal-pasal ekonomi dalam UUD
1945), ketika berpidato di Bukittinggi pada tahun 1932, pun Bung Karno, dan
Soeharto kala berpidato di Dies Natalis-UI,
1975 (Abdul Madjid dan Sri-Edi Swasono, 1988 hal.2). Dikatakan
kandungan sosialisme religius dalam sosialisme Pancasila, tidak berkorelasi
dengan paham dialektika-materialisme sosialis “ala Marx”, melainkan merujuk
pada sila pertama Pancasila dan pasal 29 (Bab Agama), UUD 1945, di mana
menekankan keharusan landasan etika (moral) religius, yaitu ajaran dan perintah
Tuhan untuk menjalani pergaulan hidup (termasuk ihwal perekonomian) yang
menjamin kemakmuran dan kesejahteraan merata, bebas dari segala penindasan
dalam suasana persaudaraan, tolong - menolong dan adil. Manusia Pancasila yang
ber-“Ketuhanan Yang Maha Esa,” selain homo
economicus (bernaluri kebutuhan ekonomi), juga homo metafisikus dan homo
mysticus (juga memperhatikan naluri sosial dan moral sebagai pengabdian
kepada sang Pencipta) (dalam Sarino Mangunpranoto, 1988 hal.91)
Secara prinsipil Islam (sebagai parameter
sistem religi/agama mayoritas bangsa Indonesia), mencerminkan pengakuan rakyat
bahwa semua kekayaan alam di wilayah NKRI adalah milik Allah. (“Kepunyaan Allah
belaka langit dan bumi, dan apa - apa di antara keduanya. DijadikanNya. Allah
berkuasa pada tiap - tiap sesuatu,” Alquran Surat Al-Maidah, sebagian dari ayat
17), maka merupakan suatu amanat yang seyogyanya dipelihara rakyat NKRI.
Pemberian harta cuma – cuma, melainkan dengan
berinvestasi bagi mereka yang bermodal mapan, lantas si miskin diperintahkan
secara agama untuk bekerja keras sebagai perbaikan hidup dan harmonis dengan si
kaya, begitupun sebaliknya. Pemerintah juga harus menelurkan segala kebijakan
adil termasuk menghilangkan gap si
kaya dan si miskin. Tujuan demokrasi ekonomi dalam sektor swasta dan koperasi
yakni masyarakat adil dan makmur, yang juga didengungkan dalam agama Islam,
yakni perekonomian adil dan makmur yang “diridhai” oleh Tuhan Yang Maha Esa. Seperti halnya yang dilakukan oleh bank-bank syariah
yang berlandaskan azas-azas perekonomian islam dalam pemberian atau penyaluran
dananya bagi masyarakat atau nasabahnya.
1.2 Dasar Teori dan Dalil Agama Islam
Ada lima pokok ajaran ideologi pancasila yaitu :
1.
Ketuhanan
2.
Kemanusiaan
3.
Persatuan
4.
Kerakyatan
5.
Keadilan sosial.
Berdasarkan lima ajaran itu terbentuklah suatu
pedoman untuk menggunakan sistem ekonomi berdasarkan ideologi pancasila yang
disebut dengan sistem ekonomi Pancasila.
Adapun
tujuan mulia dari Sistem Ekonomi Pancasila yakni :
o
Memperkecil jarak kesenjangan antara yang kaya
dengan yang miskin atau dengan kata lain mempu mencapai tujuan-tujuan
pemerataan.
o
Pembangunan nasional untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem
Ekonomi Pancasila mempunyai ciri semangat solidaritas sosial untuk mencapai
masyarakat yang berkeadilan sosial yaitu sila kelima dari pancasila. Secara
teori memang cara kerja sistem ini terlihat sempurna akan tetapi dalam
prakteknya sering tidak sesuai dengan sistem itu sendiri. Misalnya ciri-ciri
yang ingin kita lihat dalam sistem perekonomian Pancasila itu tidak selalu
jelas tetapi kadang-kadang bahkan semakin kabur. Jika kita hubungkan sistem itu
dengan agama, ada beberapa hal dalam Sistem Ekonomi Pancasila yang tidak sesuai
dengan ajaran agama. Oleh karena itu harus ada sistem ekonomi lain yang
menyempurnakan Sistem Ekonomi Pancasila.
Setiap
muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya,
lisannya, dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang
tepatuntuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai
dengan ajaran Islam. Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat
beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang
berpaham sosialis. Tim (1985:139)
Ada
keterkaitan antara sistem ekonomi pancasila dengan agama terutama pada sila
pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya, dalam menjalankan perekonomian
tidak hanya berpedoman kepada ideologi akan tetapi juga pada ajaran agama yang
dianut agar tidak rancu karena bagaimanapun juga apapun yang kita lakukan tidak
boleh melanggar agama. Sebagian besar bangsa Indonesia beragama islam dan islam
mempunyai aturan-aturan yang mengikat untuk mengatur umatnya.
Menurut M.M Metwally “Ekonomi Islam dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman)
dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran, Hadits Nabi, Ijma dan
Qiyas”. Adanya bunga atau riba dalam sistem ekonomi pancasila adalah suatu
bentuk pelanggaran terhadap agama islam karena riba (bunga) secara bahasa
bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut “istilah teknis riba berarti
pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil” (Antonio, 1999). Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang
merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan
dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Selain
agama islam ada pula pendapat dari agama lain yang juga banyak penganutnya di
Indonesia yakni agama Kristen yang berpendapat bahwa agama Kristen juga
menganjurkan kerja keras sebagai syarat kemajuan, yang berarti pembangunan
harus mendapat perhatian penting. Inilah ajaran Santo Thomas Aquinas dan Calvin
bahwa kerja adalah sekaligus keharusan dan panggilan bagi umat manusia. Ini
artinya ajaran semua agama berkaitan penuh dengan Sistem Ekonomi Pancasila.
Namun
karena sebagian besar bangsa Indonesia menganut agama Islam maka terbentuklah
sistem ekonomi syariah yang merupakan pedoman dari perbankan syariah yaitu
suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam.
Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini
tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Terlepas
dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan
dengan dunia perbankan tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik,
seperti kegiatan perpialangan, penitipan, dan sebagainya bahkan sedikit
pekerjaan di sana yang termasuk haram. Oleh karena itu, tidak mengapalah
seorang muslim menerima pekerjaan tersebut meskipun hatinya tidak rela dengan
harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhai
agama dan hatinya. Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia rnelaksanakan
tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan
Rabb-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya:
“Sesungguhnya
setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari)
Dalam
Wikipedia, Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari
paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan
untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi
lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai
kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi
yang telah ada.[1]
Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilaiekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi
juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus
ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan
untuk akhirat.
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem
ekonomi Syariah menurut Islam
1.
Tauhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa
penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2. Khilafah,
mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi
ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta
kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka
menyebarkan misi hidupnya.
3. ‘Adalah,
merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah).
Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya
yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan
syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment, menghargai
sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan
dan kesejahteraan yang merata (equitable distribution of income and wealth)
serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Fenomena
ini memberikan dampak terhadap muslim yakni muslim ingin berinvestasi atau
melakukan kegiatan usaha yang memerlukan layanan perbankan syariah seakan sama
saja menjadi nasabah bank konvensional. Di sisi lain kita tentu tidak ingin
terus menerus terjebak dalam kegiatan riba dengan melakukan transaksi di bank
konvensional yang membelenggu masyarakat muslim di Indonesia. Gagasan dasar
sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit
and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua
bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui
partisipasi bersama.
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah
untuk mengetahui korelasi dari penerapan sistem ekonomi Pancasila di perbankan
syariah dan sebagai salah satu tugas Ujian Tengah Semester pada Mata Kuliah
Manajemen Pemasaran dan Pembiayaan Bank Syariah. Sedangkan manfaat dari
penelitian ini antara lain:
1.
Bagi
penulis, penulisan ini diharapkan mampu berkontribusi dalam memberikan
informasi tentang bank syariah, sistem ekonomi Pancasila, dan kaitan keduanya.
2.
Bagi
pembaca, hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dalam
memahami korelasi dari sistem ekonomi Pancasila pada perbankan syariah.
3.
Bagi pemerintah,
hasil penulisanan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menjadikan sistem ekonomi Pancasila
sebagai sistem perekonomian nasional.
1.4 Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah
:
1.4.1 Bagaimana korelasi antara ideologi Pancasila
dan penerapannya pada bank syariah?
1.4.2 Bagaimana peran Pancasila sebagai ideologi
ekonomi?
1.4.3 Bagaimana kedaulatan ekonomi dan ketahanan
pangan dalam ekonomi Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekonomi Pancasila
Ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi
kelembagaan (instructional economics) yang menjungjung tinggi
nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai idiologi Negara yang kelima silanya,
secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila
mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila (1) etika, (2)
kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi,
dan (5) keadilan sosial, harus di
pertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua
adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila
kelima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila.
Di era glabalisasi ini arus perubahan negara-negara di dunia telah mengarah kepada
homogenisasi paradigma kehidupan, yaitu universalisasi liberalisme. Di bidang
politik, demokrasi liberal telah menjadi wacana utama, sedangkan di di bidang
ekonomi, ekonomi neoliberal yang bertumpu pada kapitalisme global menjadi arus
utama.
Menurut Boediono (mantan Menkeu RI sekarang Wakil Presiden RI), Sistem Ekonomi
Pancasila dicarikan oleh lima hal sebagai berikut :
1. Koperasi adalah sokogru
perekonomian nasional
2. Manusia adalah “economic
man social dan religions man”.
3. Ada kehendak sosial
yang kuat kearah egalitarianisme dan kemerataan sosial.
4. Prioritas utama
kebijakan diletakan pada penyususnan perekonomian nasional yang tangguh.
5. Pengandalan
pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi,
diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan
ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.
Meskipun dasar Negara Indonesia adalah Pancasila,
namun ironisnya sistem perekonomian yang selama ini berlangsung tidaklah
bersumber darinya. Setelah dicengkrami sistem ekonomi komando di era Orde Lama
yang bercorak sosialisme, berikutnya perekonomian Indonesia menganut sistem
ekonomi pasar yang bercorak kapitalisme di era Orde Baru.
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem
ekonomi yang digali dan dibangun dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat
Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang ada dalam sistem ekonomi pancasila tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip
kemanusiaan, nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam
ekonomi kerakyatan, dan keadilan.
Sebagaimana teori ekonomi
Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal dengan mengedepankan
nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68), sistem ekonomi
pancasila juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, yang bisa berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat,
atau norma-norma, yang membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia.
Ciri- ciri Ekonomi Pancasila
a.
Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara
/ pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar
minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
b.
Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan
begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak
mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun
sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup
beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
c.
Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan
produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh
anggota masyarakat.
d.
Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian
karena didasari atas - asas kekeluargaan antar
sesama manusia.
2.2 Strategi Pemasaran Bank Syariah
Adapun strategi yang diperlukan untuk
memasarkan bank syariah, dalam hal ini mengembangkan bank syariah, antara lain
sebagai berikut[2]:
a.
Peningkatan
sumber daya manusia dalam bidang perbankan syariah. Hal ini diperlukan untuk
memicu pengembangan bank syariah. Usaha untuk mengembangkan sistem pendidikan
yang mengintegrasikan teori dan praktek perbankan syariah diperlukan dalam
upaya meningkatkan integritas bank syariah di tengah-tengah masyarakat akademik
dan non-akademik.
b.
Perlu
upaya-upaya yang lebih progresif bukan saja dari praktisi, tetapi juga dari
pemerintah dan ulama untuk mendorong pemenuhan legalisasi instrumen syariah
guna memberi ruang yang lebih lebar bagi tumbuhnya bank syariah.
c.
Dibutuhkan
sosialisasi yang lebih agresif mengenai bank syariah.
2.3 Pancasila Sebagai Dasar Ideologi Ekonomi
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan di dalam pembukaanya bahwa salah satu
tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Penegasan di
atas tidak terlepas dari pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan yaitu
bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Karena
pembukaan UUD 1945 bserta seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung di
dalamnya menjiwai Batang Tubuh UUD, maka tujuan itupun dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal seperti dalam pasal 23, pasal 27 serta pasal 33 dan 34. namun
demikian, diantara pasal-pasal yang paling pokok dan melandasi usaha-usaha
pembangunan di bidang ekonomi dan ideologi ekonomi adalah pasal 33. Pasal
33 tersebut menyatakan sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekelurgaan.
2.
Cabang-Cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
3. Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terjkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Mengenai pasal ini penjelasan UUD mengatakan : “ Dalam
pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi di kerjakan oleh semua.
Untuk semua di bawah pimpinan atau pemikiran anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang di utamakan, bukan kemakmuran orang-seorang,
sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi,
kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang mengusai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak,
tumpuk produksi jatuh ke
tangan orang-orang yang banyak ditindasinya. Hanya perusaan yang tidak
mengusasi hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-orang.
Bumi dan air dan kekayaan alam terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Bumi dan air dan kekayaan alam terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting
karena pasal ini menjadi landasan dan pangkal tolak bagi perekonomian di Indonesia.
Bahwa masalah perekonomian
di cantumkan dalam suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan
Sosial, mempunyai makna yang dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan
ekonomi nasional adalah untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat
banyak dan bukan untuk orang perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD
1945 ini pula di tegaskan asas demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian
Indonesia.
Berdasarkan
pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa perekonomian yang di
dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang
peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan Pemerintah berkewajiban
memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta
menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya dunia
usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta
penciptaan iklim tersebut dengan sigiat-giatnya yang nyata.
Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan.
Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan.
2.4 Aturan Perundangan
Penerapan
sistem ekonomi Pancasila pada bank syariah dari segi hukum dan peraturan
perundang-undangan tercemin dalam Pasal 3 Undang – Undang No. 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang berisi tentang tujuan bank syariah yakni
menunujang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang merupakan
pencerminan dari tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang 1945
2.5 Korelasi Ideologi Pancasila dan Penerapannya
Pada Bank Syariah dan Faktor - faktor yang Mempengaruhinya
Sistem ekonomi Pancasila adalah suatu sistem
perekonomian yang hanya terdapat di Indonesia, karena berlandaskan ideologi
Indonesia yakni Pancasila. Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan
ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam
sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan)
ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan
kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratais yang
melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua
warga orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga
masyarakat. Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan
pada sila ke 4 (Kerakyatan yang dipimpin olek hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/ perwakilan). Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari
ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam akses kehidupan ekonomi yang
liberal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan
sistem ekonomi Pancasila pada bank syariah, antara lain :
1. Pancasila merupakan landasan filosofis dari
setiap produk hukum di Indonesia,
2.
Sistem ekonomi kerakyatan adalah
sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat.
2.6 Kedaulatan Ekonomi dan Ketahanan Pangan Ekonomi
Pancasila
Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting
karena pasal ini menjadi landasan dan pangkal tolak bagi perekonomian di Indonesia.
Bahwa masalah perekonomian
di cantumkan dalam suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan
Sosial, mempunyai makna yang dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan
ekonomi nasional adalah untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat
banyak dan bukan untuk orang perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD
1945 ini pula di tegaskan asas demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian
Indonesia.
Berdasarkan
pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa perekonomian yang di
dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang
peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan Pemerintah berkewajiban
memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta
menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya dunia
usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta
penciptaan iklim tersebut dengan sigiat-giatnya yang nyata.
Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan. Dengan terlaksana pembangunan ekonomi yang baik akan berdampak pada kedaulatan ekonomi dan ketahanan pangan nasional, dan sebaliknya apabila tidak terlaksana dengan baik pembangunan ekonomi yang berlandaskan sistem ekonomi pancasila tentunya dapat berakibat kesejahteraan raktyat.
Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan. Dengan terlaksana pembangunan ekonomi yang baik akan berdampak pada kedaulatan ekonomi dan ketahanan pangan nasional, dan sebaliknya apabila tidak terlaksana dengan baik pembangunan ekonomi yang berlandaskan sistem ekonomi pancasila tentunya dapat berakibat kesejahteraan raktyat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting
karena pasal ini menjadi landasan dan pangkal tolak bagi perekonomian di Indonesia.
Dalam pasal 33 UUD 1945 ini pula di tegaskan asas demokrasi ekonomi dalam dalam
perekonomian Indonesia.
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa
perekonomian yang di dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat
harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan.
Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan
ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam
sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan)
ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan
kesejahteraan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penerapan sistem ekonomi Pancasila pada bank syariah, antara
lain Pancasila merupakan landasan
filosofis dari setiap produk hukum di Indonesia, DDAN Sistem ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan
ekonomi rakyat.
Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan
pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan
di kembangkan.
Dengan terlaksana pembangunan ekonomi yang baik akan berdampak pada kedaulatan
ekonomi dan ketahanan pangan nasional, dan sebaliknya apabila tidak terlaksana
dengan baik pembangunan ekonomi yang berlandaskan sistem ekonomi pancasila
tentunya dapat berakibat kesejahteraan raktyat.
3.2 Saran
Dari
penjelasan diatas, penulis ingin memberi saran. Khususnya untuk penulis dan
umumnya untuk para pembaca. Bahwa dengan mengetahui ekonomi Pancasila dan
penerapannya pada bank syariah, maka kita dapat mengetahui makna penting dari
ekonomi Pancasila dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarsono,
Heri. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta : Ekonisia
Tim
Penataran. 1986. Bahan Penataran> Mutiara Sakti Utama.
[1] http://www.wikipedia.org ,
diakses pada Jum’at , 2 November 2012 pukul 22.56 WIB
[2]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan
Ilustrasi, Ekonisia, Yogyakarta, 2012, hlm. 57.