Rabu, 29 Februari 2012

Pandangan Islam tentang Harta


TUGAS MATA KULIAH PENG. BISNIS MANAJEMEN
Pandangan Islam Terhadap Harta dan Etos Kerja


NAMA                                    : WAHYU SAPUTRA
NIM                                        : 11129221053
KELAS/SEMESTER             : 1 B/ 1
DOSEN PEMBIMBING       : YUSRIZAL, S. Ag., M.E.Sy



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG (UMT)
FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)
Manajemen Perbankan Syari’ah
Jl.Perintis Kemerdekaan 1/33 Cikokol Tangerang
1432 H – 2011 M
BAB 1
PENDAHULUAN
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja dan harta. Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.
Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Salah satu cara untuk mendapatkan harta adalah dengan cara bekerja kita. Dalam bekerja kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Oleh karena itu, harta dan etos kerja dalam perspektif Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas.
BAB 2
PEMBAHASAN
I. Konsep Harta
Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984). Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di dalam Al Quran, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 86 kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, dan lain-lain. Islam memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Islam telah menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna memperoleh harta yang halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara meraih harta dalam islam:
  • Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri.
Inilah yang sering di puji oleh islam, yaitu meraih harta dengan jerih payah keringat sendiri selama hal itu berada pada jalan yang telah ditentukan oleh Allah dan merupakan cara yang paling mulia dalam Islam. Islam sangat memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan pekerjaan sebagai ibadah disisi-Nya. Seperti pada surat Al-Mulk ayat:15
  • Harta warisan
Dalam Islam harta warisan adalah salah satu jalan yang diperbolehkan guna meraih harta kekayaan. Ini disebut meraih harta secara tidak langsung. Karena harta tersebut adalah peninggalan dari orang yang meninggal (ayah atau keluarga dekatnya).
3. Sikap Islam terhadap harta.
Dalam memandang dunia, Islam selalu bersikap tengah-tangah dan seimbang. Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan. Miskin bukanlah sebagai symbol manusia bertaqwa sebagaimana pandangan para penganut sufisme. Harta dalam konteks Al-Quran adalah suatu kebaikan (khairun). Maka harta menurut Islam adalah perhiasan kehidupan dunia dan pengokohannya seperti pilar.
4. Harta sebagai Ujian dan Cobaan
Harta bukan sebagai ukuran untuk menilai seseorang. Mulia atau hinanya seseorang tidak dinilai dari harta yang dimilikinya.
5. Pengharaman Menimbun Harta
Islam mengharamkan seseorang menimbun harta, dan mengancam mereka dengan siksa yang sangat pedih kelak di hari kiamat. Dijelaskan dalam QS At Taubah : 34-35. Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya, dan menjauhkannya dari peredaran.
II. Hakekat Etos Kerja dalam Islam
Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88). Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan apapun, para pemimpin harus memegang amanah.
Pengertian Kerja
Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, non-materi, intelektual maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia (WJS Poerdarminta), kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik.
Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.
Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Qur’an banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata.
Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman: “…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110).
Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup. Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.
Konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian, maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktik mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :
1) al-Hirafiyyin (mereka yang mempunyai lapangan kerja seperti pemilik restoran).
2) al-Muwadzofin (mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu perusahaan).
3) al-Kasbah (pedagang keliling).
4) al-Muzarri’un (para petani).
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis rasulullah SAW dari Abdullah       bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda, berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).
C. Etika Kerja dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).” (HR. al-Baihaki).
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hendaknya setiap pekerjaan disamping mempunyai tujuan akhir berupa upah, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman. Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja menurut prinsip Islam yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
  1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, dalam sebuah hadits rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali).
  2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
  3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
  4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang diharamkan Allah.
  5. Profesionalisme dalam pekerjaan.

BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, dan lain-lain. Islam memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena itu, di dalam Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Etos kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan lurus, mengharapkan ridha Allah SWT.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah (1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. (2) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. (3) Tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. (4) Tidak melakukan pekerjaan yang diharamkan Allah. (5) Profesionalisme dalam setiap pekerjaan.
            Dalam artian, terdapat keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap Tuhan.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1990, Al-Qur’an dan Terjemahan, Depag RI.
Anonim, 1997, Konsep dan etika kerja dalam Islam, Almadani.
At-Thariqi, Abdullah Abdul Husain, 2004, Ekonomi Islam, Prinsip Dasar dan Tujuan : Magistra Insani Press.
Ensklopedi Indonesia (Bandung: PT Van Hoeve,tt).
KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja, Jakarta : Gema Insani.
Munir, Abdul, Harta Dalam Perspektif Al Quran, Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
Q ardhawi ,Yusuf, 1997, Norma dan Etika Islam, Jakarta : Gema Insani Press.
 Sholahuddin, 2007, Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.