TUGAS
MATA KULIAH PENG. BISNIS MANAJEMEN
Pandangan Islam Terhadap Harta dan
Etos Kerja
NAMA : WAHYU SAPUTRA
NIM : 11129221053
KELAS/SEMESTER : 1 B/ 1
DOSEN PEMBIMBING : YUSRIZAL, S. Ag., M.E.Sy
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG (UMT)
FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)
Manajemen Perbankan Syari’ah
Jl.Perintis Kemerdekaan 1/33
Cikokol Tangerang
1432 H – 2011 M
BAB 1
PENDAHULUAN
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai
tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur
dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan
dalam masalah yang berkenaan dengan kerja dan harta. Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu
seakan-akan kamu mati besok.”
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86
kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan
adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian
penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia
dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.Islam memandang keinginan manusia
untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim,
dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi
hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai
dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.
Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk
mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam
kehidupan. Salah satu cara untuk mendapatkan harta adalah dengan cara bekerja
kita. Dalam bekerja kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya
rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai
Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan
al-Qur’an dan as-Sunnah.
Oleh karena itu, harta dan etos kerja dalam perspektif
Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas.
BAB 2
PEMBAHASAN
I.
Konsep Harta
Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya
al-amwal (Munawir, 1984). Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al
Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau
punyai). Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang
dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum Islam) seperti
jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di
dalam Al Quran, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 86 kali yang
terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta
meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari
(duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, dan lain-lain. Islam memandang
harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada
manusia. Islam telah menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna
memperoleh harta yang halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara
meraih harta dalam islam:
- Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri.
Inilah yang sering di puji oleh islam, yaitu meraih harta
dengan jerih payah keringat sendiri selama hal itu berada pada jalan yang telah
ditentukan oleh Allah dan merupakan cara yang paling mulia dalam Islam. Islam
sangat memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan pekerjaan sebagai ibadah
disisi-Nya. Seperti pada surat Al-Mulk ayat:15
- Harta warisan
Dalam Islam harta warisan adalah salah satu jalan yang
diperbolehkan guna meraih harta kekayaan. Ini disebut meraih harta secara tidak
langsung. Karena harta tersebut adalah peninggalan dari orang yang meninggal
(ayah atau keluarga dekatnya).
3.
Sikap Islam terhadap harta.
Dalam memandang dunia, Islam selalu bersikap tengah-tangah
dan seimbang. Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan.
Miskin bukanlah sebagai symbol manusia bertaqwa sebagaimana pandangan para
penganut sufisme. Harta dalam konteks Al-Quran adalah suatu kebaikan (khairun).
Maka harta menurut Islam adalah perhiasan kehidupan dunia dan pengokohannya
seperti pilar.
4.
Harta sebagai Ujian dan Cobaan
Harta bukan sebagai ukuran untuk menilai seseorang. Mulia
atau hinanya seseorang tidak dinilai dari harta yang dimilikinya.
5.
Pengharaman Menimbun Harta
Islam mengharamkan seseorang menimbun harta, dan mengancam
mereka dengan siksa yang sangat pedih kelak di hari kiamat. Dijelaskan dalam QS
At Taubah : 34-35. Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya, dan
menjauhkannya dari peredaran.
II. Hakekat Etos Kerja dalam Islam
Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap,
kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja
dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos
dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang
diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampir mendekati
pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral
sehingga dalam etos tersebut terkandung semangat yang amat kuat untuk
mengerjakan sesuatu secara lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai
kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti
proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88).
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal
mengambil keputusan apapun, para pemimpin harus memegang amanah.
Pengertian
Kerja
Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia, baik dalam hal materi, non-materi, intelektual maupun
hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar
bahasa Indonesia (WJS Poerdarminta), kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu.
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. KH. Toto Tasmara
mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya
sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk menampakkan
arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya
sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik.
Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di
dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk
mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah
SWT.
Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan tentang
aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain
ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang
dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an
juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di
dalam al-Qur’an banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602
kata.
Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan
merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi
ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman: “…barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi:
110).
Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi
yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan,
pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup. Inilah pengertian kerja
yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja
dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah
baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.
Konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun
demikian jika menghendaki penyempitan pengertian, maka pengertian kerja dapat
ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang
memperoleh keuntungan (upah), Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini
telah muncul secara jelas, praktik mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad,
dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :
1)
al-Hirafiyyin (mereka yang mempunyai lapangan kerja seperti pemilik
restoran).
2)
al-Muwadzofin (mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti
para pegawai dari suatu perusahaan).
3)
al-Kasbah (pedagang keliling).
4)
al-Muzarri’un (para petani).
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam,
diantaranya hadis rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda, berikanlah
upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu
Hurairah, dan Thabrani).
C.
Etika Kerja dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai salah
seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi
dan teliti).” (HR. al-Baihaki).
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas
dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa
nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah
hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa
“sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Hendaknya setiap pekerjaan disamping mempunyai tujuan akhir
berupa upah, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan
Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga
hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman. Adapun hal-hal
yang penting tentang etika kerja menurut prinsip Islam yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
- Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, dalam sebuah hadits rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali).
- Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
- Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
- Islam tidak membolehkan pekerjaan yang diharamkan Allah.
- Profesionalisme dalam pekerjaan.
BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil
kesimpulan, bahwa harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam
kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti
uang, tanah, kendaraan, rumah, dan lain-lain. Islam memandang harta tidak lebih
dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena
itu, di dalam Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Etos
kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan lurus, mengharapkan ridha
Allah SWT.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah (1)
Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk
bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh
keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. (2) Berusaha
dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. (3) Tidak memaksakan
seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus
dipekerjakan secara professional dan wajar. (4) Tidak melakukan pekerjaan yang diharamkan
Allah. (5) Profesionalisme dalam setiap pekerjaan.
Dalam artian, terdapat keseimbangan
usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang
dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap
Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1990, Al-Qur’an dan
Terjemahan, Depag RI.
Anonim, 1997, Konsep dan etika
kerja dalam Islam, Almadani.
At-Thariqi, Abdullah Abdul Husain, 2004,
Ekonomi Islam, Prinsip Dasar dan Tujuan
: Magistra Insani Press.
Ensklopedi Indonesia (Bandung: PT
Van Hoeve,tt).
KH. Toto Tasmara, Membudayakan
Etos Kerja, Jakarta : Gema Insani.
Munir, Abdul, Harta Dalam Perspektif
Al Quran, Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
Q ardhawi ,Yusuf, 1997, Norma dan Etika Islam, Jakarta : Gema
Insani Press.
Sholahuddin, 2007, Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.