TANGISAN ACHA
D
|
ia begitu sempurna di mataku, gadis yang lembut dengan
kesejukan yang terpancar dari wajahnya. Pandangan matanya yang selalu teduh
menemteramkan jiwa, dan aku sangat suka memperhatikan ia tersenyum. Memandang
embun di pagi hari, mengingatkanku pada dirinya yang menghangatkan jiwaku yang
beku. Memandang lembutnya awan putih di siang hari, mengingatkanku pada
suaranya yang lembut bersahaja. Melihat pelangi di sore hari, mengingatkanku
pada warna indah yang di tuliskannya pada lembaran hidupku. Menatap bintang
yang berkelip di malam hari, mengingatkanku pada cahaya yang di berikannya di
setiap ruang gelap di hatiku. Memandang hujan yang membasahi bumi,
mengingatkanku pada butiran mutiara yang menghiasi pipinya.
Alya
Arshanda Anatasya, sebuah nama yang unik karena pada awal dan akhir kata berakhiran
“A”. Teman-teman memanggilnya Alya, sedang aku lebih suka memanggilnya Acha.
Menurutku panggilan Acha sangat cocok untuk yang memiliki senyuman yang indah,
untuk wajah imutnya yang terlihat polos, sedikit manja dan dewasa menyikapi
setiap masalah yang dihadapinya.
Selama
dua tahun ini, aku dan Acha memang dekat, kedekatan kami berawal sejak ia
pindah ke sekolahku. Meski ia berada di lingkungan sekolah yang baru, ia tidak
menemukan kesulitan untuk beradaptasi dengan teman-teman yang lain. Acha dengan
mudah dapat membaur karena ia termasuk orang yang simple dan sangat ramah.
Disamping itu, ada hal yang aneh yang aku temukan pada Acha, ia tidak pernah
menangis meski ia sedang sedih, ia tidak pernah meneteskan air mata meski ia
sangat ingin menangis.
“Cha, kenapa Acha ‘gak bisa nangis?” aku iseng bertanya
padanya. “Bukannya Acha ‘gak bisa nangis, tapi Acha gak bisa meneteskan air
mata. Terakhir kali Acha nangis dihari Kak Zeva pergi, saat itu Acha berumur 10
tahun. Sampai seminggu sejak pemakamannya Acha masih menangis. Tapi Acha ingat
pesan Kak Zeva, bahwa Acha ‘gak boleh menangis lagi dan ia akan bersedih jika
Acha meneteskan air mata meski hanya setetes air mata. Sejak saat itu Acha ‘gak
pernah nangis meski Acha sedang sedih, Acha ‘gak pernah bisa meneteskan air
mata. Mungkin kantong air mata Acha sudah kering saat Acha menangisi kepergian
Kak Zeva” ceritanya.
“Kamoe mlpakan janjimu kpada ku” aku
tersentak membaca sms tersebut dan bergegas menuju rumah Acha. “Jovan! Sudah
berapa kali Acha bilang., jangan TELAT! Jangan TELAAAT.....!” Acha langsung
marah kepadaku saat aku tiba di depan rumahnya. Aku selalu tersenyum melihatnya
marah-marah. “Iya, iya...maaf ya. Tadi Jovan latihan band dulu. Lagian Jovan
cuma telat 10 menit” kataku. “Telat tetep aja telat, meski Cuma 10 menit!”
jawabnya lagi dengan nada lebih marah. Aku memang sudah janji untuk
menjemputnya di rumah jam 3 sore, karena ia ingin ke toko buku tapi seperti
biasa aku selalu telat dan tidak pernah tepat waktu.
“Ini
sebagai tanda permintaan maaf” aku menyodorkan coklat padanya. Setiap aku punya
salah, harus ada coklat sebagai tanda permintaan maaf dan itu peraturan yang
dibuat Acha. Ia tersenyum dan mengambil coklat dariku.
Namun
seminggu kemudian semua berubah. Ia terbaring lemah dengan alat-alat medis di
sekelilingnya. Wajahnya yang selalu terlihat ceria kini teerlihat hampa, seakan
tak ada lagi harapan yang terlukis di wajah cantiknya. Matanya yang selalu
berbinar dan bercahaya kini terlihat padam.
Sudah
seminggu Acha terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma karena kecelakaan
yang menimpanya saat pulang sekolah, menyebabkan pendarahan di kepalanya. Aku
terlalu sibuk latihan band untuk persiapan mengikuti festival, sehingga aku tak
ada waktu untuk bertemu dengan Acha dan aku tidak tahu semua yang terjadi pada
Acha.
Kini
penyesalan itu datang, aku duduk di samping Acha yang sedang tebaring koma. Aku
bawakan ia coklat seperti biasa jika aku melakukan kesalahan. Tiap hari setelah
pulang sekolah aku menemui Acha di rumah sakit dan tiap hari aku membawakan
coklat untuknya. Hari ini hari ke-6 aku menemani Acha di rumah sakit dan ada 6
coklat yang tersusun rapi diatas meja yang terletak di samping tempat tidurnya.
Hampir seminggu Acha tidak sadarkan diri, aku selalu mengajak Acha berbicara,
berharap ia membuka matanya dan memakan 6 coklat yang aku berikan sejak 6 hari
yang lalu.
Seperti
biasa, pulang sekolah aku menemani Acha di rumah sakit, kini sudah 7
coklat yang ada diatas meja Acha. Aku
sangat berharap ia membuka matanya karena besok sore festival diadakan. Acha
ingin sekali menyaksikan penampilanku saat membawakan lagu ciptaannya karena
Acha sengaja menciptakan 2 buah lagu untuk penampilanku dalam festival kali
ini.
Selama
tiga tahun ini aku dan teman-teman dekatku berhasil mendirikan band yang kami
beri nama Dixsnow Band. Band itu terbentuk sejak kelas 1 dan saat pertama kali
Acha pindah ke sekolahku, aku memperkenalkannyapada teman-temanku. Bahkan Acha
sering lihat kami latihan.
“Cha,
Acha harus buka mata sekarang soalnya festival band diadakan besok sore. Acha
bilang, nAcha ingin melihat Jovan nyanyiin lagu ciptaan Acha, makanya bangun
dong Cha...!” aku berkata padanya sambil
menatap wajahnya. Tiba-tiba Acha membuka matanya dengan perlahan. Aku kaget dan
tidak percaya dengan apa yang kulihat, lalu aku memanggil dokter dan
membangunkan orang tua Acha yang sedang tidur karena menjaga Acha semalaman.
“Jovan...” ia berkata pelan dan aku memandangnya sambil tersenyum. “Jangan
banyak bicara dulu, istirahatlah ”. Aku menggenggam tangannya. Keesokan harinya
Acha dan orang tuanya berangkat ke Singapura untuk menjalani operasi, sebelum
berangkat aku menemuinya di rumah sakit. “Nanti Jovan harus nyanyiin lagu
ciptaan Acha dengan baik, Acha mau Dixsnow menjadi band yang terbaik di
festival itu.” Acha berkata kepadaku. “Dixsnow pasti jadi yang terbaik, karena
itu Acha harus sembuh dan cepat kembali ke sini. Kalau nanti Acha sembuh, Jovan
akan ngadain konser tunggal khusus buat Acha.” Kataku. Tiba-tiba ia terisak dan
kulihat butiran-butiran bening membasahi pipinya. Acha menangis, ia menangis
dengan terisak. “Acha, Acha menangis? Kenapa?” aku keheranan. Aneh juga rasanya
melihat Acha yang selama ini tidak pernah menangis, saat ini meneteskan air
mata dihadapanku. “Acha ingin lihat penampilan Dixsnow. Acha sedih karena Avha ‘gak
bisa lihat Jovan nyanyiin lagu ciptaan Acha”. Air mata semakin deras mengalir
di pipinya. “Makanya Acha harus sembuh, meski kali ini Acha tidak bisa lihat
penampilan Jovan, tapi nanti setelah Acha kembali Jovan akan nyanyiin buat
Acha. Sekarang Acha jangan sedih lagi ya!”. aku mencoba menghiburnya.
Sorenya,
saat festival sedang berlangsung , tibalah saatnya untuk penampilan Dixsnow
Band. “Lagu ini kami persembahkan untuk seseorang yang saat ini sedang kami
nantikan, lagu ini buat Alya Arshanda Anatasya”
Kau pergi....
Aku disini menantimu kembali
Berharap waktu berputar dengan cepat
Agar aku melihat senyummu lagi
Kau pergi....
Aku disini menantimu kembali
Entah kenapa kegundahan menyapa hatiku
Kau pergi....
Aku disini menantimu kembali
Aku disini menantimu kembali
Karena aku tahu bahwa kau pasti kembali
Aku
membawakan lagu itu dengan baik dan Dixsnow Band nerhasil menjadi band yang
terbaik dalam festival itu. Aku tidak tahunbahwa air mata yang diteteskan oleh
Acha adalah air mata perpisahan. Aku terus menanti Acha meski aku tahu bahwa
Acha telah pergi jauh dan tak akan pernah kembali lagi. Malaikat putih telah
menjemputnya.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar